BANNER

BANNER

Membangun Bangsa Melalui Dinasti Politik?


Menarik, adalah kata pertama yang muncul dalam benak saya ketika melihat tren dinasti politik. Dinasti politik sepertinya selain menjadi opsi lain dalam berpolitik juga telah menjadi  tren bagi partai politik saat ini.

Pernyataan yang menarik keluar dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI) dalam daftar bakal caleg yang masuk KPU, ada 14 pasang suami istri. Mereka berasal dari sejumlah partai politik, antara lain partai Demokrat, PPP, Golkar, Gerindra, dan PAN.

Jika orientasi kekuasaan yang didahulukan maka nasib bangsa ini seperti terombang ambing tidak jelas arahnya layaknya kapal tanpa kompas yang sewaktu-waktu berakhir dengan kisah karam.

Pertanyaan sederhana, mampukah Negara mewujudkan kesejahteraan sosial yang adil dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia? atau masalah kesejahteraan rakyat, sudah bukan menjadi bagian penting lagi? mengingat janji pemimpin kepada rakyat Indonesia untuk mensejahterakan secara adil dan merata hanyalah sekedar wacana belaka.

Mungkin benar dosa sejarah yang terjadi hari ini jika disimpan sebagai sejarah dimasa yang akan datang bahwa pemimpin-pemimpin hari ini tidak serius membangun ekonomi yang adil dan merata hanyalah menjadi kisah pahit untuk selalu menjadi deretan cerita kelam yang tercatat sempurna dipikiran namun tidak menjadi pelajaran bagi bangsa.

Data Kementerian Dalam Negeri tahun 2013 mencatat, semenjak otonomi daerah diberlakukan, terdapat 57 kepala daerah yang membangun dinasti politik di beberapa daerah di Indonesia. Dari 57 kepala daerah yang mencalonkan para anggota keluarganya dalam pesta demokrasi, hanya 17 diantaranya kalah di pertarungan politik. Selebihnya, menjadi pemenang mengganti kekuasaan keluarganya.

Maraknya dinasti politik  hari ini jelas memperlihatkan masih dominannya  perilaku para pemimpin yang selalu berorientasi kepada kekuasaan semata. Sepertinya banyak daerah di Indonesia, dinasti politik semakin menunjukkan eksistensinya.

Mengingat tahun 2013-2014 sebagai tahun politik, dibanyak provinsi terdapat keluarga gubernur yang memiliki garis keturunan secara horizontal maupun vertikal memiliki saudara Bupati, Anggota DPRD, dan DPR RI.

Berkembangnya praktik dinasti politik menunjukan perilaku feodalisme dalam berpolitik dan terbukti secara jelas melecehkan sistem kaderisasi yang dilakukan partai politik. Sebagai masyarakat sudah sepatutnya cerdas dalam melihat sisi lain dari fenomena ini. Kembali menjamurnya dinasti politik jangan-jangan juga disebabkan lemahnya kaderisasi yang dilakukan partai politik hari ini.

Alangkah indahnya jika hari ini seluruh partai politik sudah tumbuh menjadi partai modern dan memiliki sistem kaderisasi yang kuat maka dinasti politik dapat diminimalisir. Namun yang terjadi justru jika sang ayah menjadi petinggi partai politik, kemudian menempatkan keluarga seperti istri, adik, dan anak-anaknya sebagai calon anggota legislatif (caleg) tanpa pernah melalui berbagai bentuk kaderisasi serta tidak memiliki rekam jejak sebagai aktivis, maka pertanyaan yang muncul kemudian adalah, pantaskah hal ini terjadi? karena nepotisme untuk membangun dinasti politik sedang terjadi.

Jabatan politik seakan menjadi jabatan keluarga yang diserahkan oleh kepala keluarga tanpa mempertimbangkan rakyat sebagai penentu kemenangan.

Mungkin kita lupa atau pura-pura lupa? bahwa berkaca dari masa lalu adalah hal yang sangat berharga. Istilah pepatah, pengalaman adalah guru terbaik. Pemerintahan orde baru yang sedikit banyak jelas telah  memberikan pelajaran berharga mengenai dinasti politik dan politik golongan yang diterapkan Soeharto. Orde baru merupakan bukti atas kejayaan dinasti politik yang memicu  suburnya korupsi, kolusi dan nepotisme.

Jika sirkulasi elit politik hanya di kuasai oleh keluarga atau kelompok tertentu saja maka sudah pasti cita-cita demokrasi sebagai jalan untuk mensejahteraan seluruh rakyat akan berubah menjadi mensejahterakan sebagian masyarakat saja karena demokrasi dibangun melalui dinasti politik.

Sikap Tegas

Realita bahwa hari ini kita hidup di negara yang berlagak demokrasi namun pada kenyataanya posisi rakyat begitu lemah dan tidak punya daya terhadap tipu muslihat para pemimpinya. Benar sepertinya jika bangsa ini disebut ‘Bangsa Jagoan’. Jagoan dalam segala jenis kesusahan hidup, juara dalam penderitaan, sanggup membangun kegembiraan dalam kesengsaraan, tertawa dalam kehancuran, tidak kenal lelah untuk terus menerus menipu, membohongi , menindas bahkan memperdaya rakyatnya.

Tidak ada kata terlambat untuk sebuah perubahan. Buktikan kepada dunia bahwa bangsa ini adalah benar Bangsa Besar. Bangsa yang selalu bangkit dari penjajahan dan ketidak-adilan, bukan sekedar omong doang.

Diam bukan bukan solusi. Sudah saatnya pendidikan politik dan sadar politik menjadi solusi. Buka mata, buka hati dan buka pikiran. Kebangkitan akan lahir dengan kesadaran dan kecerdasaan dalam memilih.

Ditengah arus informasi yang terbuka sekarang media massa memiliki peran penting dalam membongkar politik dinasti di partai politik, seperti menyajikan rekam jejak tokoh politik secara obyektif. Media harus meningkatkan kualitas kesadaran politik publik. Publik harus diberitahu mana dinasti politik yang berkualitas mana yang tidak.

Tahun 2014 bukan hanya tahun politik namun tahun menuju perubahan Indonesia. Cerdaslah dalam memilih dan memilah. Lihat juga partainya, jangan pilih warna yang sama jika hanya dinasti politik sebagai jalan yang dipilihnya. Jangan terbuai akan janji manis sehingga habis manis sepah dibuang, mau?

(Penulis adalah Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara, Duta Aceh untuk Protokoler Perbantuan Istana Kepresidenan dalam rangka HUT Kemerdekan RI tahun 2012, Wakil Ketua Purna Paskibraka Indonesia Kota Lhokseumawe Aceh)

Posted by Ridha Putra on 1:04 AM. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0

0 comments for Membangun Bangsa Melalui Dinasti Politik?

Leave comment

Recent Entries

Recent Comments

Photo Gallery